Inspirasi Tokoh Indonesia


Bapak Habibie

Prestasi Presiden ketiga Republik Indonesia di mata dunia dapat menjadi inspirasi bagi pemuda Indonesiadengan meneliti cara beliau bekerja. Habibie meraih insinyur penerbangan dariTechnische Hochschule Aachen dalam waktu 4 tahun, padahal biasanya butuh waktu 5-6 tahun untuk meraih gelar tersebut di sana. Habibie juga telah meraih gelar doctor pada usia 28 tahun. Dalam berkarier, Habibie sudah menjadi Vice President and Director of Applied Technology Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB) pada usia 37 tahun. Jabatan yang dipegang Habibie ini adalah jabatan tertinggi yang pernah diduduki orang asing di Messerschmitt-Bölkow-Blohm. Apa kiat Habibie untuk meraih prestasi-prestasi ini? Berikut ini hal-hal yang Habibie lakukan untuk mengoptimalkan waktunya dalam beraktivitas.
Habibie berusaha untuk tetap produktifKetika berkuliah di Jerman, ia berusaha untuk mengenal orang-orang di sekelilingnya. Jika pulang kuliah ia biasa menyapa penyapu jalan yang sedang bekerja. Oleh teman-temannya ia biasa terlihat mengobrol dengan penyapu jalan sambil duduk di trotoar. Dengan ini ia bisa memahami orang lain dengan lebih baik. Kemampuan yang sangat diperlukan untuk menjadi pemimpin.
Saat mulai bekerja, Habibie memfokuskan diri untuk menjadi kompeten dalam tugas-tugasnya. Ia menenggelamkan diri dalam teori-teori, buku-buku, dan berbagai permasalahan yang bisa ia selesaikan. Hasilnya ia bisa memecahkan persoalan konstruksi pesawat terbang lebih cepat daripada rekan-rekannya. Habibie bisa menyelesaikan satu masalah dalam waktu enam bulan. Padahal sebelumnya perusahaan telah menugaskan satu tim khusus untuk menyelesaikan tugas serupa namun hasilnya tidak memuaskan. Begitu pula ketika diberi tugas berikutnya, ia bisa menyelesaikannya dengan baik. Dari prestasinya ini, perusahaan memberikan beberapa asisten untuk membantu pekerjaan Habibie. Menjadikannya manajer setelah satu tahun bekerja di MBB.
Dalam bekerja, ia selalu membayangkan dirinya sebagai seorang arsitek yang sedang diperintahkan untuk mendesain sebuah rumah. Begitu ia memahami perintah yang diberikan atasan, ia segera mengerjakan pesanan tersebut. Setelah beberapa persen dari tugas tersebut ia selesaikan, ia akan mendatangi pemesannya menanyakan benar tidaknya pekerjaan tersebut. jika pekerjaan dianggap benar, barulah ia melangkah ke pekerjaan berikutnya. Dengan cara ini ia bisa mengerjakan sesuatu sesuai dengan keinginan pemesannya.
Ketika bekerja di MBB Jerman, jika Habibie memiliki gagasan yang ia anggap baik, ia akan selalu memperjuangkannya kepada pimpinan. Jika argumennya ditolak, ia akan maju lagi hingga ia berhasil. Saat gagasannya disetujui, ia akan keluar dari ruangan pimpinan sambil bersiul-siul, merayakan kemenangan kecilnya.
Setelah dipanggil ke Indonesia, Habibie diminta untuk mengembangkan industri teknologi di Indonesia, mulanya ia menjadi Penasihat Presiden Republik Indonesia memimpin divisi Advanced TechnologyPertamina. Mulanya ia belum mendapat kantor resmi. Jika ia datang ke kantor Pertamina, ia menumpang kerja di salah satu staf Pertamina. Habibie tidak mau meminta fasilitas terlebih dahulu atau sekretaris, anggaran, dan mobil. Ketika Ibnu Sutowo menanyakan apakah ia perlu kantor, B.J. Habibie tegas menjawab, “Belum, biar begini saja dulu.” Ia bertekad menyelesaikan sistem kerja, membuat organisasi, dan mengumpulkan data terlebih dahulu sebelum meminta anggaran. Selama satu setengah tahun pertama bekerja di Indonesia Habibie tidak memiliki kantor resmi. Setelah ia benar-benar memahami kebutuhan apa saja yang benar-benar ia perlukan, barulah ia mengajukan anggaran.
Ketika pertama kali menghadap Presiden Soeharto untuk mengemban misi mengembangkan teknologi di Indonesia, Habibie mengaku dibesarkan dalam lingkungan rasional. Seandainya selama di Jerman ia emosional, sudah lama ia akan terdepak dari tempat kerjanya, apalagi ia bukanlah orang Jerman. Oleh karena itu, ia berusaha untuk mengedepankan rasionalitas dalam bekerja dan mengambil keputusan.
Sejak kecil, Habibie membiasakan diri menulis jurnal tentang kegiatan hariannya. Penulisan jurnal harian ini membantunya mengevaluasi kegiatan hariannya dan merencanakan aktivitas keesokan harinya dengan lebih efektif. Sebagian dari isi jurnal hariannya  kini telah diterbitkan dalam buku Detik-Detik yang Menentukan, menceritakan detail peristiwa selama menjadi Presiden Republik Indonesia. Selain itu semasa bekerja di MBB, ia aktif menghasilkan hampir 1 publikasi ilmiah setiap bulannya. Dari publikasi ilmiah inilah ia dikenal luas dengan Teori Habibie, Faktor Habibie, dan Metode Habibie.
Habibie memahami pentingnya tim dalam bekerja. Ketika baru memulai karier, ia menyempatkan diri pulang ke Indonesia untuk mengajak anak-anak muda belajar tentang kedirgantaraan di Jerman. Tiga puluh pemuda akhirnya belajar ke Jerman dan siap membangun IPTN di tanah air sepuluh tahun berikutnya.
Setiap individu harus terus mengasah ilmu agar dapat memberikan solusi bagi permasalahan sehari-hari dengan lebih baik. Setiap malam sehabis bekerja, Habibie gunakan untuk membaca buku, terkadang hingga jam 12 malam. Di kamar kerjanya di gedung lama BPPT terserak buku-buku yang ia baca. Walau tampak berantakan, Habibie hapal letak masing-masing buku. Ia akan marah jika salah satu buku bacaannya berpindah tempat.
Habibie merasa perlu mengecek langsung kondisi di lapangan, bahasa populernya sekarang blusukan. ia merasa perlu memahami kondisi di lapangan dengan melihatnya secara langsung, bukan hanya menerima laporan dari stafnya. Ia menekankan, “Percaya itu penting, tetapi mengecek lebih penting.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...